POTENSI LIMBAH NUKLIR

Beberapa negara di eropa dan amerika menempatkan limbah radioaktif ke dalam golongan limbah berbahaya, sedangkan di Indonesia pengelolaan limbah radioaktif secara khusus ditangani oleh Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) seperti yang tertuang dalam PP No.18 Tahun 1999 jo PP No.85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

Limbah nuklir merupakan hasil samping dari kegiatan manusia dalam pemanfaatan teknologi nuklir. Secara ilmiah, istilah limbah nuklir dikaitkan dengan segenap bahan yang tidak dapat digunakan lagi (di daur ulang) yang karena tingkat radioaktivitasnya bahan tersebut tidak mungkin di lepas atau di buang langsung ke lingkungan. Dalam limbah nuklir ini terdapat unsur-unsur radioaktif yang mampu memancarkan radiasi dan apabila dibuang ke lingkungan dapat menyebabkan kerusakan pada kesehatan manusia (Sofyan, 1998)

Limbah radioaktif diklasifikasikan menjadi tiga berdasarkan PP RI No. 27 Tahun 2002, yaitu:

  • Limbah Radioaktif Tingkat Rendah merupakan limbah radioaktif dengan aktivitas di atas tingkat aman (clearance level) tetapi dibawah tingkat sedang, yang tidak memerlukan penahan radiasi selama penanganan dalam keadaan normal dan pengangkutan
  • Limbah Radioaktif Tingkat Sedang merupakan limbah radioaktif dengan aktivitas di atas tingkat rendah tetapi dibawah tingkat tinggi yang tidak memerlukan pendingin dan memerlukan penahan radiasi selama penanganan dalam keadaan normal dan pengangkutan
  • Limbah Radioaktif Tingkat Tinggi merupakan limbah radioaktif dengan aktivitas di atas tingkat sedang yang memerlukan pendingin dan penahan radiasi dalam penanganan pada keadaan normal dan pengangkutan, termasuk bahan bakar nuklir bekas.

Terdapat beberapa sumber dari proses kerja PLTN yang berpotensi memberikan dampak sebagai akibat dari limbah radiasi yang dihasilkan antara lain pengoperasian reaktor nuklir, struktur teras reaktor, korosi bahan struktur dari teras reaktor, zat radioaktif hasil fisi dan hasil aktivasi serta kebocoran yang menyebabkan terlarutnya unsur hasil fisi dan aktivasi. Selain sumber yang berupa teknis, terdapat juga sumber dampak dari tahapan pra-operasi seperti penambangan uranium, pengolahan bijih uranium, fabrikasi elemen bahan bakar, serta berbagai aktivitas dalam penelitian dan pengembangan bahan bakar nuklir (Sofyan, 1998).

  1. Pengoperasian reaktor nuklir pada PLTN dapat mengeluarkan unsur-unsur radioaktif melalui proses fisi maupun aktivasi. Unsur-unsur tersebut dapat berada dalam bentuk padat, cair maupun gas
  2. Ada berbagai macam bahan struktur yang digunakan dalam teras reaktor, antara lain adalah kelongsong bahan bakar. Bahan kelongsong ini dapat mengalami proses aktivasi oleh neutron hasil fisi didalam teras sehingga bahan yang semula tidak  radioaktif berubah sifatnya menjadi radioaktif sehingga mampu memancarkan radiasi
  3. Korosi bahan struktur yang teraktivasi akan terlarut dalam air pendingin primer. Beberapa bahan struktur yang digunakan dalam teras reaktor seringkali di buat dari baja tahan karat, zircaloy, inconel, carbon steel, tembaga alloy dan lain-lain bergantung pada jenis reaktor. Aktivasi neutron terhadap bahan-bahan tersebut dapat menghasilkan zat radioaktif seperti 54Mn, 56Mn, 58Co, 60Co, dan 59Fe. Aktivasi neutron dapat juga terjadi pada gas-gas yang terlarut dalam air pendingin primer
  4. Beberapa zat radioaktif hasil fisi serta unsur-unsur hasil aktivasi memiliki umur paro yang panjang sehingga perlu juga mendapat perhatian dalam penanganan.
  5. Kebocoran kelongsong bahan bakar dan proses korosi bahan struktur dapat mengakibatkan terlarutnya unsur-unsur hasil fisi dan aktivasi kedalam air pendingin primer. Namun air ini tetap tersimpan rapat dalam tangki reaktor dan tidak akan terjadi kontak langsung dengan air pendingin sekunder. Oleh sebab itu, terlepasnya zat radioaktif ke dalam air pendingin primer tidak akan menyebabkan keluarnya zat radioaktif dari tangki reaktor

Akan tetapi bisa juga dikatakan bahwa pengoperasian PLTN hampir tidak memberikan cemaran zat radioaktif ke lingkungan. Hal ini dikarenakan air laut atau sungai yang dipergunakan untuk membawa panas dari kondensor sama sekali tidak mengandung zat radioaktif, karena tidak bercampur dengan air pendingin yang bersirkulasi dalam reaktor. Gas radioaktif yang dapat keluar dari sistem reaktor tetap terkukung dalam sistem pengukung PLTN dan sudah melalui sistem ventilasi dengan sistem berlapis-lapis. Gas yang dilepas melalui cerobong aktivitasnya sangat kecil (sekitar 2 millicurie/tahun), sehingga tidak menimbulkan dampak terhadap lingkungan (B,xxxx).

Selama pengoperasian normal, reaktor pembangkit tenaga nuklir mengeluarkan limbah radioaktif dengan level rendah ke dalam lingkungan sebagai buangan (effluen) cair dan gas. Limbah tersebut mengalami peningkatan dikarenakan selama operasional reaktor, terbentuk hasil belahan dan produk hasil aktivasi pada struktur dan material cladding. Pendingin terkontaminasi sebagai hasil difusi produk belahan dari bahan bakar dikarenakan tidak efektifnya cladding and partikel hasil korosi juga teraktivasi pada saat dilepas melewati bagian inti dari reaktor nuklir. Proses ini memerlukan penggantian pendingin untuk mengatasi kontaminasi akibat peningkatan radioaktif (Cooper, 2003)

Referensi :

Cooper. J.R., (2003), Radioactive Release in The Environment: Impact and Assessment, John Wiley and Sons, Ltd

B, (xxxx), Pengenalan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), Pusat Diseminasi IPTEK Nuklir

Sofyan. H, (1998), Teknik Pengukungan Limbah Nuklir, Pusat Standarisasi dan Penelitian Keselamatan Radiasi, Badan Tenaga Atom Nasional, Buletin ALARA 2 (1)

Leave a comment